UTM Official

Seputar UTM

PPKPT Universitas Trunojoyo Madura Gelar Workshop “Sahabat Trunojoyo”: Bersama Jaga Diri, Lingkungan, dan Ciptakan Budaya Anti Kekerasan

Bangkalan, 8 Oktober 2025 — Pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menggelar Workshop “Sahabat Trunojoyo” dengan tema “Bersama Jaga Diri, Lingkungan, dan Ciptakan Budaya Anti Kekerasan”. Kegiatan ini berlangsung di Aula Syaichona Muhammad Kholil, Gedung Rektorat Lantai 10 UTM, dan dihadiri oleh jajaran rektorat, kepala desa di wilayah sekitar kampus, kepala sekolah, guru, siswa, serta mahasiswa dari berbagai fakultas.

Acara yang penuh semangat kolaboratif ini menghadirkan narasumber nasional di bidang perlindungan dan pemberdayaan, di antaranya Dr. Chatarina Muliana Girsang, S.H., S.E., M.H., Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagai keynote speaker; Ana Abdillah, S.H.I., Ketua Women’s Crisis Center (WCC) Jombang; serta Sudiyo, S.Kep., Ners., MM., Kepala Dinas KBPPA Kabupaten Bangkalan.

Ketua Satgas PPKPT UTM, Sumriyah, S.H., M.H., dalam sambutannya menegaskan bahwa kehadiran langsung Inspektur Jenderal Kemendikbudristek merupakan kehormatan besar bagi UTM dan menjadi bentuk dukungan konkret terhadap upaya kampus dalam menciptakan lingkungan akademik yang aman, inklusif, dan berkeadilan.

“Awal terbentuknya PPKPT berlandaskan pada Permendikbudristek Tahun 2021 dan diperbarui melalui Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024. Saat ini, UTM juga telah memiliki Peraturan Rektor sebagai dasar hukum dalam menjalankan fungsi Satgas,” ujar Sumriyah.

“Kasus yang paling banyak kami tangani antara lain kekerasan seksual, kekerasan dalam pacaran, kekerasan berbasis gender online, serta perundungan (bullying). Sebagian besar kasus terjadi di luar area kampus, seperti di kos-kosan, tempat magang, atau lokasi KKN,” tambahnya.

Sumriyah juga menyoroti fenomena gunung es dalam kasus kekerasan, di mana banyak korban enggan melapor karena takut dikucilkan, adanya relasi kuasa, dan pengaruh budaya patriarki. Ia menegaskan pentingnya edukasi dan pencegahan, terutama dengan melibatkan sekolah dan aparat desa sekitar kampus, sebagai langkah nyata memperkuat jejaring perlindungan sosial di luar lingkungan akademik.

“Dalam menangani kasus, kami juga berkolaborasi dengan Women’s Crisis Center (WCC) Jombang karena sering kali korban mengalami reviktimisasi  di mana korban justru disalahkan atau tidak mendapatkan ruang aman untuk memulihkan diri. Tantangan lainnya adalah proses hukum yang lambat dan kurang ramah terhadap korban,” ungkapnya.

PPKPT UTM kini telah menyediakan platform pelaporan online bernama “ZENK”, yang memudahkan masyarakat kampus untuk menyampaikan aduan atau mengakses informasi terkait Satgas secara cepat dan aman.

Rektor UTM, Prof. Dr. Safi’, S.H., M.H., dalam sambutannya menekankan pentingnya semangat kolektif dalam membangun budaya anti kekerasan.

“Tema kegiatan ini sangat relevan, karena menjaga diri, melindungi lingkungan, dan menciptakan budaya anti kekerasan bukan hanya tanggung jawab Satgas, melainkan kewajiban kita bersama,” tegas Rektor.

Beliau mengajak seluruh sivitas akademika untuk menjadi manusia Pancasilais beriman, bertakwa, berperikemanusiaan, menjaga persatuan, serta menjunjung keadilan sosial.

“Kehidupan yang diwarnai kekerasan hanya akan melahirkan penderitaan dan ketidaknyamanan. Karena itu, mari kita hindari segala bentuk kekerasan, baik dalam tindakan maupun perkataan. Jangan mudah menghakimi tanpa bukti valid. Ingat, viralitas belum tentu validitas,” pesannya.

Prof. Safi’ juga menyinggung fenomena kekerasan digital yang semakin meningkat di era media sosial. Ia mengingatkan pentingnya literasi digital agar masyarakat kampus tidak mudah tersulut emosi dan mampu menyikapi perbedaan dengan akal sehat.

Dalam sesi keynote speech, Dr. Chatarina Muliana Girsang menyoroti pentingnya sinergi antara kampus, masyarakat, dan pemerintah daerah dalam menciptakan ruang akademik yang aman dari segala bentuk kekerasan. Ia menekankan bahwa kebijakan nasional pencegahan kekerasan bukan sekadar regulasi administratif, tetapi komitmen moral untuk melindungi martabat manusia.

“Kampus harus menjadi ruang aman bagi setiap individu untuk belajar, berkembang, dan berprestasi tanpa rasa takut. Pencegahan kekerasan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab Satgas,” ujarnya.

Sebagai bentuk komitmen bersama, acara ini juga ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Women’s Crisis Center (WCC) Jombang, Dinas KBPPA Kabupaten Bangkalan, dan Universitas Trunojoyo Madura.

Selanjutnya, sesi materi diisi oleh:

  • Sudiyo, S.Kep., Ners., MM. dengan paparan bertema “Bersama Jaga Diri: Lindungi dan Ciptakan Budaya Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”; dan
  • Ana Abdillah, S.H.I. dengan materi “Sahabat Trunojoyo: Champion Jejaring Pengaman Sosial Kampus  Menghadirkan Keadilan di Ruang Akademik”.

Melalui kegiatan ini, UTM menegaskan posisinya sebagai kampus yang aman, inklusif, dan berkeadilan, sekaligus menjadi pionir dalam membangun budaya anti kekerasan di lingkungan pendidikan tinggi, sesuai dengan semangat “UTM Berdampak dan Bermanfaat”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *